
Ternate – Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum Maluku Utara (Kemenkum Malut), Budi Argap Situngkir mengikuti Diskusi Strategi Kebijakan (DSK) yang diselenggarakan oleh Badan Strategi Kebijakan (BSK) dan Kanwil Papua Barat bertajuk: Efektivitas, Akuntabilitas, dan Kepastian Hukum Terhadap Pengawasan Notaris”. Direktur Perdata Direktorat Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU), Henry Sulaiman, menjelaskan pentingnya peran Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW), hingga Majelis Pengawas Pusat (MPP) sebagai garda terdepan dalam menjaga integritas profesi notaris.
“Ditjen AHU tengah menyiapkan pembaruan regulasi pada tahun 2025 yang akan mengatur lebih rinci syarat pengangkatan, cuti, pemberhentian, hingga perpanjangan masa jabatan notaris, sebagai langkah memperkuat tata kelola profesi hukum tersebut,” ungkapnya secara virtual, Rabu (29/10).
Kakanwil Kemenkum Malut, Budi Argap Situngkir dalam keterangannya mendukung upaya penguatan regulasi pengawasan notaris yang sesuai dengan kondisi di wilayah sebagai bagian tata kelola hukum nasional. Argap menilai bahwa sistem pengawasan yang kuat, transparan, dan berbasis digital akan memperkuat pencegahan pelanggaran integritas jabatan notaris, dan kepercayaan publik terhadap profesi notaris sebagai pejabat umum yang memiliki peran penting dalam penegakan hukum perdata.
“Pengawasan yang efektif bukan hanya menegakkan disiplin profesi, tetapi juga menjaga martabat dan kepercayaan masyarakat terhadap notaris sebagai pelaku layanan hukum publik. Kami mendorong agar revisi regulasi ke depan dapat memberikan ruang adaptif bagi daerah-daerah dengan kondisi geografis khusus seperti Maluku Utara,” tambah Argap.

Dalam paparan DSK Ketua Ikatan Notaris Indonesia Papua Barat/Papua Barat Daya, Christina Ella Yonatan menyoroti tantangan implementasi kebijakan di lapangan, terutama terkait batas waktu pemeriksaan pelanggaran notaris selama tiga puluh hari, yang dinilai sulit diterapkan di daerah dengan kondisi geografis kompleks seperti Pabar dan Malut. Christina menjelaskan bahwa keterbatasan jumlah notaris serta belum terbentuknya MPD di beberapa kabupaten menjadi faktor utama terhambatnya penyelesaian pemeriksaan.
“Revisi regulasi ke depan memberikan fleksibilitas waktu yang proporsional, tanpa mengurangi prinsip akuntabilitas hukum,” ungkapnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Caritas Indonesia, Robert Hammar, mengatakan pengawasan notaris telah memiliki dasar hukum yang kuat, namun masih terkendala oleh lemahnya budaya hukum dan efisiensi manajemen pemeriksaan. Robert mengusulkan penerapan digitalisasi proses pengawasan untuk mempercepat pelaporan dan penanganan perkara, sekaligus mendorong transparansi dan akurasi data antar-majelis pengawas.
Dari hasil diskusi, para peserta sepakat bahwa Permenkumham Nomor 15 Tahun 2020 perlu direvisi agar lebih adaptif terhadap dinamika wilayah dan tantangan geografis di daerah. Selain itu, digitalisasi sistem pengawasan notaris dinilai menjadi kebutuhan mendesak dalam mempercepat proses pelaporan, pemanggilan, dan pelacakan perkara. Penguatan kelembagaan Majelis Pengawas Notaris juga menjadi poin penting melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan pembentukan MPD gabungan antar-kabupaten bagi daerah dengan jumlah notaris terbatas.
Setahun Bekerja-Bergerak Berdampak
#KementerianHukum
#LayananHukumMakinMudah
#SetahunBerdampak
#malutpastirimoi
#kemenkummalut
#KerjaTerlaksana

