Mendengar profesi petugas pemasyarakatan pastilah terbesit dalam benak setiap orang yaitu sebuah profesi yang berhubungan dengan pekerjaan mengamankan atau menjaga narapidana dan tahanan di sebuah lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara. Profesi ini lebih dikenal di tengah tengah masyarakat dengan sebutan sipir atau petugas penjara. Petugas pemasyarakatan dianalogikan dengan profesi yang hanya sebatas mencegah narapidana atau tahanan untuk tidak melarikan diri.
Terkadang profesi ini pun dianggap profesi yang berisiko karena dalam keseharian tugasnya berhubungan langsung dengan narapidana atau tahanan yang merupakan pelaku tindak pidana atau pelaku kejahatan. Profesi ini pun kadang mendapatkan stigma negatif dari masyarakat karena identik dengan kekerasan. Hal ini terjadi karena historisnya sebelum tahun 1964. Pemasyarakatan awalnya dikenal dengan sistem kepenjaraan yang dipresepsikan dengan pidana pembalasan yaitu perlakuan petugas kepenjaraan yang lebih menekankan kepada kekerasan fisik terhadap narapidana yang telah melakukan tindak pidana atau kejahatan.
Namun perlahan lahan stigma negatif itu hilang setelah konsep pemasyarakatan yang dikemukan Dr. Sahardjo dideklarasikan sebagai pengganti sistem kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964 dalam Konferensi Jawatan Kepenjaraan yang dilaksanakan di Lembang, Bandung. Konsep Pemasyarakatan yang dikemukan Sahardjo saat ini dikenal dengan nama sistem pemasyarakatan yang kemudian dilegitimasi dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sistem ini diberlakukan di seluruh lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan diseluruh Indonesia. Merespon dinamika sosial terhadap perluasan peran dan fungsi pemasyarakatan. UU Pemasyarakatan kemudian mengalami perubahan menjadi UU Nomor 22 Tahun 2022.
Terjadi perubahan besar pada peran petugas pemasyarakatan, seiring waktu yang sebelumnya petugas pemasyarakatan menjalankan tugas pengamanan yang hanya sebatas dari dalam tembok penjara. Kini bertransformasi menjadi petugas yang menjalankan fungsi beragam yang diamanatkan oleh UU. Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara yang juga selama ini dikenal dengan tempat narapidana dan tahanan menjalani pidana dan penahanan.
Namun kini juga berubah fungsi sebagai penyelengara layanan publik. Berbagai layanan dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara antara lain layanan integrasi warga binaan, layananan perawatan tahanan, layanan kunjungan, layanan informasi, layanan kesehatan, layanan pendidikan, layanan hukum dan HAM, layanan pengaduan dan berbagai layanan lainnya yang berhubungan langsung dengan masyarakat.
UU Nomor 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa petugas pemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang diberi wewenang berdasarkan UU untuk melaksanakan tugas pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana. Petugas pemasyarakatan yang merupakan Apartur Sipil Negara (ASN) juga mejalankan tugas pelayanan publik dan memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Petugas pemasyarakatan hadir memastikan keadilan, efisiensi, dan transparansi dalam penegakan hukum. Memberikan layanan yang maksimal sehingga kualitas pelayanan mampu mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dan keberhasilan penegakan hukum secara keseluruhan.
Pemerintah sedang berupaya membangun citra positif dan kepercayaan masyarakat terhadap figur-figur ASN dengan menggaungkan reformasi ASN. Salah satu aspek yang berperan penting dalam peningkatan pelayanan publik dimaksud adalah adanya aparatur sipil negara yang mempunyai kualifikasi serta kompetensi yang mumpuni dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Menyikapi hal tersebut Kementerian Hukum dan HAM melakukan terobosan dengan meyiapkan petugas petugas pemasyarakatan yang berkompetensi melalui pendidikan dan pelatihan. Berbagai pendidikan dan pelatihan diberikan kepada petugas pemasyarakatan dengan tujuan menyiapkan petugas premasyarakatan sebagai pelayan publik yang berintegritas. Petugas pemasyarakatan diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam pelayanan publik dengan memberikan pelayanan yang terbaik.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mendorong petugas pemasyarakatan untuk mengimplementsikan tata nilai PASTI yaitu profesional, akuntabel, sinergi, transparansi dan inovatif. Nilai-nilai tersebut menjadi pegangan sehingga menjadi karateristik utama bagi petugas pemasyarakatan dalam memberikan layanan yang profesional, cepat dan bebas dari pungutan liar serta hal hal negatif lainnya. Perkembangan teknologi informasi yang sangat massif dan modern, petugas pemasyarakatan telah mengambil bagian dari perkembangan tersebut. Adaptasi petugas pemasyarakatan terhadap perkembangan teknologi informasi menjadi proses penting dan tepat dalam memastikan bahwa teknologi telah digunakan secara efektif untuk meningkatkan pelayanan publik.
Saat ini berbagai inovasi telah dilakukan petugas pemasyarakatan untuk medukung pelayanan publik, dampak inovasi dapat dirasakan masyarakat yaitu mudahnya mengakses layanan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara. Ekspektasi yang tinggi dari masyarakat terhadap kualitas pelayanan di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan menjadi tugas utama di pundak seluruh petugas pemasyarakatan.
Dedikasi untuk melayani masyarakat dengan baik, mematuhi standar etika yang tinggi, dan selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan public merupakan upaya untuk meningkatkan citra positif ASN guna membangun kepercayaan masyarakat. Bergerak dari ruang ruang pelayanan publik, petugas pemasyarakatan tampil dengan tenaga dan pikiran memberikan kontribusi positif untuk kemajuan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta hadir sebagai bagian dari pengabdian kepada bangsa dan negara.
**(Artikel/opini merupakan pendapat pribadi, tidak mewakili instansi)